LOMPATAN EPISTEMOLOGI ILMU DAKWAH


Ilmu dakwah merupakan ilmu multidisiplin. Dengan status ini ilmu dakwah tidak dapat berkembang dengan kekayaan teori yang ada pada dirinya. Bahkan untuk mengkonstruk konsep yang sangat dasar saja membutuhkan ilmu lain. Konsep unsur-unsur dakwah, sangat jelas mengambil konsep ilmu komunikasi dan ilmu bahasa arab. Ilmu ini membutuhkan kolaborasi dengan ilmu-ilmu lain yang serumpun seperti ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu fiqih, dan lain-lain. Ilmu dakwah juga membutuhkan kolaborasi dengan ilmu-ilmu yang bukan serumpun, seperti: ilmu komunikasi, ilmu manajemen, ilmu penyuluhan, ilmu konseling, ilmu sosiologi, dan lain-lain. Pada perkembangan akhir-akhir ini, ilmu dakwah juga membutuhkan ilmu dalam rumpun ilmu eksakta seperti ilmu computer. Prof.Ilyas Supena menguatkan posisi ganda ilmu dakwah dari perspektif filsafat ilmu, pada satu sisi sebagai bagian dari ilmu-ilmu keIslaman, pada sisi yang lain sebagai bagian dari ilmu sosial. Ilmu dakwah dalam statusnya sebagai bagian ilmu-ilmu keIslaman, dalam mengembangkan teori-teorinya bercorak bayani. Para ilmuan dakwah menjadikan al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber pengembangan teori-teori ilmu dakwah. Dengan metode induktif dan deduktif, teori ilmu dakwah dikembangkan. Hasil pengembangan ilmu dakwah pada status ini, kemudian mendapat kritik karena teori yang ditemukan kurang bisa menjawab berbagai macam problem sosial umat Islam yang sangat kompleks dan akut. Sehingga seiring dengan bertambahnya akademisi yang ahli dalam bidang ilmu sosial, maka ilmu dakwah dikembangkan berangkat dari problem-problem sosial yang dihadapi umat Islam sebagai mad’u untuk memperoleh solusi yang lebih baik. Dalam hal ini, ilmu dakwah berstatus sebagai bagian ilmu sosial, sehingga teori-teori yang dikembangkan bercorak burhani. Para ilmuan dakwah, mengandalkan field research untuk mengamati secara langsung setiap problem keilmuan dakwah di masyarakat. Maka berkembanglah ilmu dakwah, dengan sub bidang yang menarik seperti: komunikasi dan penyiaran Islam, manajemen dakwah, bimbingan konseling Islam, pengembangan masyarakat Islam, dan manajeman haji dan umroh. Sub-sub bidang kajian ilmu dakwah tersebut sangat relevan dengan dinamika dan tuntutan integrasi dan kesatuan ilmu-ilmu keIslaman dengan ilmu-ilmu umum, kemudian dikenal dengan istilah wahdatul ‘ulum atau unity of sciences. Prof.Sholihan dalam suatu forum ilmiah menyampaikan “Fakultas Dakwah dan Komunikasi merupakan satu-satunya fakultas yang sejak lama menerapkan unity of sciences”. Argumen Prof.Sholihan dikuatkan dengan kenyataan bahwa kurikulum Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo sebagai kasus, sengaja didesain dengan mempertimbangkan upaya untuk mewujudkan kesatuan ilmu dalam sejumlah matakuliah yang disusun, seperti psikologi dakwah, manajeman dakwah, sosiologi dakwah, dan lain-lain. Semoga ke depan perkembangan ilmu dakwah, ada lagi lompatan-lompatan baru yang lahir dari para akademisi ilmu dakwah dari kampus-kampus PTKIN dan PTKIS di Indonesia. (Dr.Ahmad Faqih, S.Ag, M.Si, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang)

Post a Comment

0 Comments