Di tengah riuhnya kegiatan dakwah di ruang publik,
terdapat sebuah cahaya kecil yang menerangi sudut Kota Semarang. Cahaya tersebut tidak menyilaukan, tetapi hangat dan penuh makna. Yayasan
Komunitas Sahabat Mata (YKSM), sebuah komunitas yang lahir dari semangat inklusivitas dan pemberdayaan. Terbentuk dan dipimpin oleh seorang penyandang tunanetra yang memiliki semangat juang
yang tinggi. Komunitas ini
hadir sebagai bukti bahwa keterbatasan fisik bukan penghalang untuk berkarya
dan berdakwah. Mereka menunjukkan bahwa dakwah bukan hanya sekadar ceramah
dengan kata, tapi juga dengan tindakan nyata.
Harmoni yang Terlupa:
Suara Dakwah untuk Kaum Disabilitas
Dakwah sejatinya tidak sekadar menyampaikan pesan melalui
ucapan. Lebih dari itu, dakwah menyentuh nurani, hadir di tengah mereka yang
selama ini sering terlupakan harmoni aspirasinya. Kaum tunanetra adalah satu dari kelompok marginal
yang selama ini kerap terabaikan dalam arus dakwah
konvensional. Melalui Yayasan Komunitas Sahabat Mata, komunitas ini berusaha menjawab kekosongan tersebut dengan membangun ruang
aman bagi perkembangan spiritual, intelektual, dan sosial para disabilitas
netra.
Dakwah dengan Sentuhan,
Bukan Sekadar Ucapan
Tak hanya mengandalkan dakwah lisan, komunitas ini memilih
jalan dakwah bil hal dakwah lewat perbuatan nyata. Salah satu bentuk konkretnya
adalah pendirian Rumah Tahfidz khusus tunanetra. Di tempat ini, para santri
menghafal Al-Qur’an tidak melalui membaca huruf, melainkan melalui audio dan buku
braille. Mereka menghafal ayat
demi ayat dengan penuh semangat, membuktikan bahwa keterbatasan fisik tidak
mengurangi ketakwaan dan keinginan untuk belajar. Selain itu, kehadiran Radio
Komunitas SAMA FM menjadi bukti bahwa mereka
mampu bersuara melalui gelombang radio. Hampir seluruh kru radionya adalah
tunanetra, yang mampu menyampaikan dakwah ke seluruh kota Semarang dan
sekitarnya, membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukanlah halangan untuk berkontribusi dan menyebarkan kebaikan.
Lebih dari Sekadar
Dakwah: Ini tentang
Pemberdayaan
Komunitas Sahabat Mata memiliki visi yang lebih dari
sekadar menyampaikan ajaran agama. Mereka berkomitmen memberdayakan anggota
komunitas melalui penyediaan fasilitas seperti perpustakaan audio dan braille,
komputer dengan software JAWS, serta pelatihan keterampilan yang mampu
meningkatkan kemandirian. Bahkan, mereka juga menjalankan program
sosial seperti “1000 Kacamata Gratis”
untuk anak-anak, sebagai bentuk kepedulian terhadap kesehatan masyarakat dan
pencegahan kebutaan. Semua langkah ini menunjukkan bahwa dakwah mereka tidak
hanya bertujuan spiritual, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup dan kemampuan ekonomi anggota komunitas.
Hambatan dan Tantangan
Meski berjuang di jalur yang berbeda, komunitas ini tak luput dari hambatan. Kurangnya dukungan
dari pemerintah dan keterbatasan fasilitas menjadi tantangan utama dalam
mengembangkan kegiatan mereka secara optimal. Selain itu, sebagian anggota
masih menyimpan rasa kurang percaya diri dan pasrah terhadap keadaan. Membekali
mereka dengan motivasi dan keterampilan
menjadi langkah penting
agar mereka mampu berjalan sendiri dan mandiri dalam
kehidupan sehari-hari.
Membangun Jalan, Bukan Sekadar Menginjakkan Kaki
Yayasan Komunitas Sahabat Mata (YKSM) mengajarkan bahwa
dakwah harus inklusif dan penuh kasih sayang. Mereka membangun jalan bagi
tunanetra agar mereka mampu berjalan sendiri, bukan hanya sekadar menuntun.
Melalui motivasi, pelatihan, serta kehadiran relawan, komunitas ini berupaya
mengubah pandangan masyarakat terhadap disabilitas, dan membuka peluang bagi
mereka untuk aktif dalam berbagai bidang kehidupan.
Penutup: Dakwah adalah
Jalan Sunyi yang Ramai
Dakwah
yang dilakukan komunitas Sahabat Mata menjadi pelajaran penting bahwa di balik dunia yang serba diam dan sunyi, ada semangat yang
tak pernah padam. Mereka menjalankan dakwah lewat suara hati, tindakan nyata, dan rasa cinta. Dalam keterbatasan,
mereka menemukan kekuatan.
Sekarang, saatnya masyarakat untuk belajar lebih peka dan melihat lebih dalam, bahwa
dakwah sejati tidak hanya di tengah keramaian,
tetapi juga di dalam keheningan, di bumi tempat
mereka hidup dan berjuang. Karena
sejatinya, dakwah adalah jalan
sunyi yang layak diramaikan dengan cinta dan kepedulian.
*) Artikel ini ditulis berdasarkan hasil studi lapangan 12
April 2025 oleh Dyah Rahayu Putri, Hayya Hajar Gupitasari, Rifat Maulana,
Ayunda Puji Asih, Intan Nur Aini, Samsul Bahri Sirojuddin, mahasiswa Prodi
Komunikasi Penyiaran Islam UIN Walisongo Semarang.
0 Comments