Menakar Keberhasilan Dakwah: Kisah dari Masjid Darussalam Semarang*)

 


                                                               
                                                                    Doc. Masjid Darussalam

Dakwah bukan sekadar ceramah di atas mimbar. Di tengah hiruk pikuk Kota Semarang, tepatnya di Masjid Darussalam, ada cerita tentang bagaimana dakwah benar-benar hidup di tengah masyarakat, menjadi solusi nyata, bukan sekadar kata-kata kosong. Hari itu, Sabtu, 3 Mei 2025, kami berkunjung ke Masjid Darussalam yang berlokasi di Cepoko, Gunungpati. Masjid ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat aktivitas keagamaan yang membangun semangat kebersamaan. Di sana, kami bertemu dengan Muhammad Fahmi Imaddudin, salah satu imam masjid sekaligus dai muda lulusan Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen. Semangatnya menggerakkan dakwah terasa tulus, sederhana, dan membumi.

 

Dakwah: Bukan Sekadar Bicara, Tapi Mengubah

Dakwah, menurut para ahli, bukan hanya soal menyampaikan ajaran Islam, tapi juga tentang bagaimana pesan itu bisa mengubah cara berpikir, bersikap, dan berperilaku. Bukan seberapa sering ceramah disampaikan, tapi apakah ceramah itu berdampak? Apakah masyarakat jadi lebih baik? Apakah mereka semakin dekat dengan nilai-nilai Islam? Prof. Dr. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah, dakwah harus dilakukan dengan penuh kebijaksanaan, kata-kata yang lembut, dan dialog yang membangun. Dakwah yang berhasil adalah dakwah yang menyentuh hati, bukan hanya telinga. Senada dengan Quraish Shihab, Prof. Dr. Hamka juga menegaskan, dakwah paling ampuh justru melalui keteladanan. Kata-kata bisa dilupakan, tapi akhlak yang baik akan selalu diingat. Dan itu yang kami lihat di Masjid Darussalam.

 

Hasilnya Terlihat Nyata

Tak perlu menunggu bertahun-tahun untuk melihat dampaknya. Perlahan tapi pasti, lingkungan sekitar masjid mulai berubah. Warga yang dulunya jarang datang ke masjid, kini mulai rutin mengikuti sholat berjamaah. Kegiatan pengajian ramai. Anak-anak muda yang biasanya asyik dengan dunia maya, mulai aktif mengikuti kegiatan keagamaan. Bahkan suasana sekitar masjid menjadi lebih damai. Orang-orang lebih ramah, saling menyapa, lebih terbuka untuk berbagi dan membantu. Semua itu bukan karena ceramah yang berjam-jam. Tapi karena konsistensi dakwah yang dilakukan dengan hati, dipadu metode yang tepat.

 

Tantangan dan Solusinya

Tentu, jalan dakwah tidak selalu mulus. Tantangan pasti ada. Namun para pendakwah di Masjid Darussalam tahu persis, di era digital seperti sekarang, media sosial adalah senjata baru dalam berdakwah. Mereka memanfaatkan platform seperti WhatsApp, Instagram, dan YouTube untuk menyebarkan pesan-pesan kebaikan. Namun bukan berarti cara lama ditinggalkan. Majelis taklim, pengajian rutin, dan silaturahmi langsung tetap menjadi kekuatan utama untuk membangun kedekatan. Dan yang tak kalah penting: selalu ada evaluasi. Mereka tidak berhenti sekadar menyampaikan, tapi juga mengecek apakah yang disampaikan bermanfaat? Apakah masyarakat merasa terbantu?

 

Dakwah Bukan Hanya Tugas Da’i

Kami belajar satu hal penting: dakwah bukan hanya tugas ustaz, kiai, atau takmir masjid. Dakwah adalah tugas kita semua. Siapa pun yang punya ilmu, punya kebaikan, punya contoh hidup yang baik, dialah pendakwah. Dan ukuran keberhasilan dakwah bukan pada ramainya pengajian, tapi pada ramainya hati yang kembali pada Allah. Di Masjid Darussalam, kami menyaksikan itu terjadi. Sebuah kisah kecil yang membawa harapan besar: bahwa perubahan bisa dimulai dari langkah-langkah kecil, dari satu masjid, dari satu lingkungan, menuju masyarakat yang lebih baik.

*) Artikel ini bersumber dari hasil studi lapangan Aliffian, Ilma, Jiandiva, Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) UIN Walisongo Semarang


Post a Comment

0 Comments